Back

Minim Sampah pada Seminar Perubahan Iklim ITN Malang

Pandu Zanuar Sulistyo saat memberikan materi seminar bertajuk Dampak Perubahan Iklim. (Foto: Mita/Humas)


 

Minimalkan penggunaan wadah penghasil sampah, seminar Himpunan Mahasiswa Perencanaan dan Kota (HMPWK) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang sajikan kudapan dengan takir. Takir adalah wadah berbentuk kotak yang terbuat dari daun pisang, sedangkan minumannya disajikan menggunakan gelas plastik bukan gelas air mineral sekali pakai. Ini merupakan rekomendasi dari pemateri Pandu Zanuar. “Bagus, saya apresiasi mahasiswa ITN Malang. Event hari ini minim sampah,” puji Pandu Zanuar Sulistyo, ST.,MT, Sekretariat Daerah Kota Malang, yang kala itu memberikan rekomendasi, Senin (22/04/19).

Bekerja di bagian Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Kota Malang membuat Pandu konsen pada perubahan iklim Indonesia. Ia pun mencukil contoh dari film petualangan fiksi ilmiah Interstellar. “Dalam film ini kita bisa melihat betapa bumi sudah tidak layak ditinggali. Banyak badai, debu beterbangan, sehingga tidak ada udara bersih. Spesies tanaman yang bisa tumbuh hanya menyisakan beberapa jenis tanaman saja, seperti jagung. Gambaran itu akan menjadi masa depan bumi kita jika mengabaikan perubahan iklim,” terang Pandu.

Kenyataannya, badai pasir ini sudah pernah terjadi di India Utara tahun 2018 yang lalu. Belum lagi masih menurut Pandu, terumbu karang di laut pulau terluar Indonesia mulai mati. Padahal pertumbuhan terumbu karang mencapai ratusan tahun.

“Aktivitas manusia langsung atau tidak langsung akan berdampak pada perubahan iklim. Begitupun di Kota Malang, selain makin banyaknya bangunan gedung, aktifitas manusia yang bermukim di dalamnya juga semakin meningkat. Ini mengakibatkan sumber- sumber tangkapan air makin sulit, sekarang ini 80 persen sumber air Kota Malang disuplai dari daerah sekitarnya,” imbuhnya.

Persoalan yang terjadi di Kota Malang bukan saja masalah drainase, yang perlu juga dicermati kata Pandu adalah antisipasi tingginya intensitas curah hujan. “Kita semua berkomitmen menurunkan emisi gas kaca sampai 4 persen. Untuk menyikapi perubahan iklim ini caranya dengan adaptasi dan mitigasi bencana,” lanjutnya.

Adaptasi bisa dimulai dari peningkatan tertib tata ruang dan optimalisasi tata ruang. Ini bisa dilakukan, dengan memasukkan indikator-indikator bencana ke dalam tata ruang. Penataan ruang harus semakin adaptif, berkualitas, tidak boleh tertinggal oleh kecepatan perubahan dan tantangan, serta keberadaan teknologi informasi perlu dioptimalkan.

“Hal-hal sederhana yang bisa dilakukan bersama untuk menyelamatkan bumi adalah hemat air, serta mengurangi jumlah plastik. Manusia juga perlu membiasakan perilaku sehat seperti bersepeda dan berjalan kaki untuk mengurangi emisi kendaraan,” pungkasnya. (mer/humas)

Copyright - PERKUMPULAN PENGELOLA PENDIDIKAN UMUM DAN TEKNOLOGI NASIONAL - ITN MALANG - Powered by - PUSTIK 2023