Back

Beradaptasi di Era Serba Teknologi

Malang, ITN.AC.ID – Belakangan ini, mahasiswa cenderung memasuki suatu fase zona kenyamanan diri (comfort zone). Tawaran instan teknologi telah mengubah pola perilaku mahasiswa, sekaligus telah menghasilkan cara berpikir yang dangkal. Pasalnya, penggunaan teknologi bukan lagi dilihat sebagai kebutuhan media pengembangan karakter atau skill, melainkan hanya sebatas keinginan personal untuk memuaskan diri. Jika dibiarkan, bisa jadi para mahasiswa kehilangan nilai moral, sikap kritis, dan kreativitas. Sebagai gantinya, muncul rasa malas yang meletup. Fenomena ini semakin memperluas era disrupsi. Bukannya melek teknologi, malah generasi muda seperti ini nampaknya tergerus dalam krisis moral.

Sebagai contoh nyata, sudah menjadi rahasia umum bahwasanya, scrolling tiktok, IG, Whatsapp, dan beragam tawaran medsos lainnya selama berjam-berjam telah menghasilkan pola perilaku buruk. Ekses ini, bisa dilihat dari beberapa akibat. Pertama, munculnya rasa malas. Keasyikan di depan layar smartphone tentu membuat mahasiswa mengabaikan tugas kuliah. Kedua, tugas mengasah skill dan membekali diri dengan beragam kegiatan positif pasti terabaikan. Ketiga, amanah orang tua, bukan lagi menjadi pegangan selama kuliah. Keempat, apakah ekses tersebut membuat mahasiswa melek teknologi? Tentu tidak. Upaya pembentukan karakter pun tidak terlihat disini.

Pertanyaan reflektif selanjutnya, siapakah yang perlu disalahkan? Miris, jika bangsa dan negara dipimpin oleh generasi seperti ini. Apa yang perlu dilakukan dan bagaimana jalan keluarnya?

Pemberian Kesempatan

Penulis beranggapan, bahwasanya kampus sebagai komunitas bersama bertanggung jawab dalam mengubah pola pikir dan perilaku mahasiswanya di era digital. Perkembangan karakter dan keterampilan akan terlihat disini, jika lingkungan pembelajaran kuliah mampu memupuk iklim proses belajar yang selaras, mahasiswa bisa diyakinkan untuk berkembang dalam dunia saat ini, alias melek teknologi. Terkait hal tersebut, satu catatan penting yang perlu dilakukan adalah lingkungan kampus perlu memberikan kesempatan literasi penggunaan teknologi. Sekaligus ini akan memberikan dampak positif yang bisa dirasakan secara langsung, melalui praktik dasar. Inilah yang disebut sebagai pemberian kesempatan berkreasi, dan memberikan manfaat luar biasa kepada mahasiswa untuk terus berkembang dalam dunia teknologi.

Baca juga : Banyak Manfaat, Mahasiswa PWK Ikuti Pelatihan Drone

Sekilas, ada beberapa hal positif ketika lembaga pendidikan memberikan kesempatan praktik literasi penggunaan teknologi. Pertama, mahasiswa semakin bijak dalam memahami penggunaan teknologi sekaligus sadar akan batasan penggunaan teknologi serta mengurangi sikap berlarut-larut dengan berbagai fitur efek negatif digital. Kedua, mahasiswa semakin kreatif dalam mengembangkan hal-hal baru yang berkaitan langsung dengan teknologi. Ketiga, di dunia serba teknologi, lingkungan kampus mampu beradaptasi dengan berbagai macam tuntutan teknologi.

Selanjutnya, penulis bisa menggambarkan situasi ini dengan motivasi dari Jack Ma, yakni “Berubahlah selagi kamu berada dalam kondisi terbaikmu, sebelum muncul hal-hal buruk. Akan terlalu lambat untuk membetulkan atap saat musim hujan terlanjur datang. Pinjamlah payung selagi matahari masih bersinar.” Berikanlah kesempatan, tidak perlu menunda maka hal-hal baik pasti terbit.

Mahasiswa PWK ITN Malang sedang mengikuti pelatihan drone. (Foto: Istimewa)

Adaptasi Perkembangan Teknologi

Usaha adaptasi berteknologi sekaligus memupuk pengembangan nilai moral, bisa dilihat dari beberapa program kampus. Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) misalnya, telah melaksanakan program pelatihan dasar drone pada beberapa kesempatan. Didalamnya, terdapat pengetahuan praktik skill yang perlu dikuasai. Beberapa diantaranya, yakni kesiapan terbang drone, proses terbang, dan berbagai fitur navigasi yang perlu diperhatikan secara baik.

Lebih jauh, wacana pelatihan drone tidak terlepas dari urgensi atau bermaksud untuk membantu peserta, khususnya mahasiswa PWK ITN Malang dalam menyusun video profil, proses pemetaan, dan manfaat-manfaat lainnya. Program ini juga berikhtiar menanamkan kesadaran diri, akan pentingnya literasi teknologi. Penggunaan drone misalnya, ternyata sangat membantu mahasiswa dalam melakukan proses analisis data. Atau mempermudah proses mapping lapangan saat survey.

Baca juga : AI dan Pekerja: Bersaing atau Berkolaborasi?

Ditambah lagi dengan nilai moral yang terbentuk, seperti rasa tanggung jawab, teliti, percaya diri, dan seterusnya, adalah buah yang perlu dipetik. Bukan tidak mungkin, program kampus tersebut sebagai niatan untuk menyesuaikan diri dengan teknologi. Kita tidak boleh tertinggal, apalagi mahasiswa yang seharusnya disebut sebagai agen perubahan. Karena itu, proses untuk terbiasa dengan penggunaan teknologi saat ini, tidak bisa dianggap remeh. Dan karakter baik dan melek teknologi adalah harga mati.

Penulis berharap agar seluruh lembaga pendidikan, khususnya lingkungan kampus mampu menciptakan iklim praktik pembelajaran yang ideal. Dengan kata lain, upaya inovasi dan terobosan-terobosan baru sangat diperlukan, demi meningkatkan mutu peserta didik di era digital. Mengutip pikiran Menteri Pendidikan RI, Nadiem Makarim, “Everybody, can take your ideas, but not with your actions” setiap orang bisa mencuri idemu, namun, tidak semua orang bisa mencuri tidakanmu. (Yohanes Thadeus Goo, mahasiswa ITN Malang)

Penulis: Yohanes Thadeus Goo, mahasiswa PWK ITN Malang, Angkatan 2021.

Copyright - PERKUMPULAN PENGELOLA PENDIDIKAN UMUM DAN TEKNOLOGI NASIONAL - ITN MALANG - Powered by - PUSTIK 2023