Back

ITN Malang Sumbang Pemikiran Rekonstruksi Rumah Tahan Gempa dan Desain Sekolah di Desa Tumpakrejo

Dosen Teknik Sipil ITN Malang, Dr. Yosimson P Manaha, ST., MT, Ahli Bidang Rekayasa Struktur (dua dari kiri) bersama tim ITN Malang pada kegiatan di Desa Tumpakrejo, Gedangan, Kabupaten Malang yang terdampak gempa, April 2021 yang lalu. (Foto: Istimewa)


Malang, ITN.AC.ID – Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang mengirimkan tenaga ahli ke lokasi bencana gempa bumi di Desa Tumpakrejo, Gedangan, Kabupaten Malang. Mereka adalah para dosen dari Prodi Teknik Sipil dan Prodi Arsitektur untuk memberi pemahaman rekonstruksi rumah tahan gempa serta mendesain ulang bangunan sekolah yang ambruk akibat gempa.

Rektor ITN Malang, Prof. Dr.Eng. Ir. Abraham Lomi, MSEE mengatakan, sebagai institusi pendidikan ITN Malang Bersama tim relawan turut memberikan support kepada warga Desa Tumpakrejo melalui kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Seperti diketahui pada pertengahan April 2021 yang lalu dari Kampus 1 ITN Malang telah diberangkatkan relawan dari berbagai komunitas dan logistik untuk membantu warga Desa Tumpakrejo.

“Kami ada Tri Dharma Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah pengabdian masyarakat. Maka, kami terus berupaya meningkatkan kebersamaan (komunitas) dalam membangun desa. Apalagi saat ada musibah gempa seperti sekarang ini. Kami berharap, kedepannya dalam kondisi normal ITN terus bisa melaksanakan tugasnya dalam pengabdian membangun desa,” ujar Prof Lomi sapaan akrab Rektor ITN Malang saat ditemui akhir pekan lalu.

Warga bersama tim relawan sedang membersihkan puing-puing bangunan yang roboh akibat gempa di Kabupaten Malang pada April 2021. (Foto: Istimewa)
Warga bersama tim relawan sedang membersihkan puing-puing bangunan yang roboh akibat gempa di Kabupaten Malang pada April 2021. (Foto: Istimewa)

Tim Teknik Sipil dan Arsitektur terjun ke Desa Tumpakrejo secara terpisah. Diawali oleh Tim Teknik Sipil yang diwakili oleh dosen Teknik Sipil Dr. Yosimson P Manaha, ST., MT, Ahli Bidang Rekayasa Struktur dan Sudiro, ST, MT, Kepala Program Studi Teknik Lingkungan yang memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai rekonstruksi rumah tahan gempa. Selang beberapa hari kemudian giliran Tim Arsitektur menuju Desa Tumpakrejo untuk meninjau lokasi bangunan sekolah TK dan SD yang roboh sekaligus merencanakan desain ulang bangunan.

Dikatakan Simson, sapaan akrab Dr. Yosimson P Manaha, ST., MT, Indonesia memang rawan bencana gempa karena dilewati tiga lempeng, lempeng eurasia, lempeng indo-australia, dan lempeng pasifik. Untuk gempa yang terjadi di Malang Selatan awal April 2021 kemarin adalah akibat pertemuan lempeng eurasia dan lempeng indo-australia. “Kalau terjadi tabrakan pasti akan terjadi gempa. Pusat gempa di Malang ada di laut, sekitar 30-50 km masih agak aman. Kalau pusatnya di darat itu yang berbahaya,” kata Simson kepada warga Tumpakrejo saat mengunjungi Posko Tumpakrejo Bangkit.

Ahli Bidang Rekayasa Struktur ini mengatakan, untuk wilayah rawan gempa bangunan rumah sebaiknya menggunakan struktur tahan gempa dan tangguh terhadap gempa. Dikatakan tanggung, ketika terjadi gempa bangunan/gedung boleh rusak, tetapi penghuninya masih bisa menyelamatkan diri. Karena menurut pengalaman, beberapa kali terjadi gempa di Indonesia gedung ambruk ketika penghuninya sedang tidur dan tidak sempat menyelamatkan diri.

Baca juga: Tanggap Darurat Pasca Gempa Bumi ITN Malang Lepas Relawan ke Tumpakrejo

Maka, saat merancang bangunan harus tangguh terhadap gempa. Pada saat gempa kecil 5 magnitudo rumah tersebut tidak rusak, naik 6 magnitudo dinding akan retak sedikit, dan di atas 7 magnitudo mungkin gedungnya rusak tetapi tidak akan roboh. Konsep ini yang akan ditawarkan oleh ITN Malang untuk diterapkan pada bangunan di Desa Tumpakrejo.

Lanjutnya, masyarakat yang ingin membangun rumah seharusnya membuat pondasi, kolom, rusuk, balok kering dan atap yang diikat menjadi satu kesatuan. Karena, kebiasaan masyarakat ketika membangun rumah antara pondasi dan sloof atap terpisah.

“Biasanya di masyarakat pondasi menggunakan batu kali, sloof-nya menggunakan beton. Kemudian sloof hanya didudukkan di atas batu kali tanpa sambungan. Kalau mau tahan gempa ya harus ada sambungan angkur. Angkur bisa ditanam pada batu kali. Amannya pada kolom bangunan bisa menggunakan sepatu atau pondasi plat dengan kedalaman 1 sampai 1,5 Meter,” lanjutnya.

Baca juga:  Ada Gempa, Anak-Anak Berlindung di Kolong Meja dan Berlari Ke Titik Kumpul

Simson mengingatkan, atap bangunan seyogyanya tidak menggunakan atap yang berat seperti genteng beton, karena cukup berat. Namun, juga tidak bisa menggunakan berbahan seng, melihat kondisi Desa Tumpakrejo yang panas. Jadi, solusinya bisa menggunakan genteng ringan. Dengan kuda-kuda terbuat dari kayu yang diikatkan ke kolom menggunakan besi beton. Sehingga saat terjadi gempa tidak ada struktur utama yang roboh, karena saling berkaitan.

“Rumah-rumah di desa kebanyakan saya lihat tanpa menggunakan kolom dan sloof, hanya batu bata. Kalau batu bata saja, maka campurannya harus diperkuat. Jadi, kalau terjadi gempa batu bata tidak lekas ambruk menimpa penghuninya. Dinding juga harus diperhatikan. Biasanya saat membangun rumah sekedar bisa menutupi saja. Campurannya harus kita lihat. Maksimal 1 semen banding 5 pasir,” bebernya.

Tak lupa Simson juga mengedukasi warga mengenai mitigasi bencana gempa bumi. Seperti peletakan peralatan rumah tangga yang besar dan berat seperti lemari pakaian tidak boleh menghadap ke tempat tidur. Karena akan berakibat, ketika terjadi gempa lemari akan ambruk menimpa tempat tidur. “Apa jadinya sewaktu kita tidur lemari menimpa kita. Sebaiknya lemari diletakkan menyamping. Kalau (terpaksa) menghadap tempat tidur, maka lemari bisa di pakukan ke tembok. Ini salah satu pengamanan awal. Biasanya barang-barang yang berat akan jatuh duluan. Juga penempatan lampu hias jangan di atas tempat duduk, karena saat gempa akan bergerak (bisa jatuh),” beber alumnus doktoral ITS Surabaya ini.

Kedepannya lewat Teknik Sipil, ITN Malang berencana memberikan gambaran membangun rumah kokoh tahan gempa yang akan diserahkan kepada Kepala Desa Tumpakrejo sebagai panduan. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)

Copyright - PERKUMPULAN PENGELOLA PENDIDIKAN UMUM DAN TEKNOLOGI NASIONAL - ITN MALANG - Powered by - PUSTIK 2023